Apalagi, Media bekerja untuk memenuhi hak publik dalam mendapatkan informasi yang benar. Jika terjadi informasi tidak benar maka dibutuhkan kroscek dan dengan mudah sekarang untuk mengklarifikasi, mengclearkan.

“Saya kira cukup dengan itu, tidak perlu lagi ada intimidasi terhadap media. Apalagi melalui jalur hukum yang cukup melelahkan,” jelas Prof Firdaus Muhammad.

Tambahnya, dengan banyaknya persoalan dihadapi media dan jurnalis sebelum-sebelumnya maka media harsunya dilindungi. Pejabat publik mestinya bermitra dengan media. Pasalnya jika pejabat publik menjalankan jabatan dengan baik pertanggungjawabannya kepada publik lewat media agar terjadi akuntabilitas publik.

Pejabat publik jangan menganggap media sebagai alat pencitraan saja.

Tetapi ketika ada kritik lalu membenci, mendiskriminasi media , saya kira itu harus diakhir sekarang ini. Tetapi memang pembelajaran buat teman-teman media dalam membuat berita harus dikroscek, tidak ada pihak dirugikan dan tidak menggiring opini. Dan apa fakta terjadi harus diberitakan secara profesional.

Terkait dengan gugatan penggugat dari Rp500 Miliar menjadi Rp50 Miliar, Prof Firdaus menilai hal itu tidak sebanding. Sebab, kata dia, sangat sulit untuk

media dengan gugatan itu. “Apalagi kondisi sekarang untuk membayar sampai Rp 10 Miliar, untuk Rp1 Miliar saja atau Rp100 juta pun saya kira berat. Karena industri media apalagi online memiliki keterbatasan pembiayaan, bukan lagi kerajaan-kerajaan media seperti dulu yang mampu melakukan bergening seperti itu, sekarang tidak lagi,” ungkapnya.

Di sinilah pentingnya membangun komunikasi dengan relasi media dengan relasinya dan pejabat publik juga harus memahami posisi media. Bagaimana media bekerja, posisinya, itu harus dipahami. Dan ketika ada pihak merasa dirugikan, ya dilakukan klarifikasi supaya pemberitaan menjadi benar dan saya kira itu sudah selesai.