RAKYAT.NEWS, SOPPENG – Desa Laringgi, Kecamatan Marioriawa, Kabupaten Soppeng, menjadi saksi lahirnya ruang baru pelestarian kebudayaan lokal Sulawesi Selatan dengan diresmikannya Kampung Budaya dan Sikola Bahasa Wanua Ade’.

Acara peresmian dihadiri oleh pendiri, Wakil Bupati Soppeng, pemuda-pemudi lokal, akademisi, serta masyarakat umum yang datang untuk menyaksikan momentum penting bagi identitas budaya dan bahasa daerah, Kamis (7/8/2025).

Peresmian dimulai dengan ritual penghormatan adat yang menciptakan suasana sakral dan hangat. Langit cerah, alunan musik tradisional, dan tarian paduppa’ menambah kekhidmatan acara.

Kampung Budaya ini dihadirkan bukan sekadar simbol, tetapi sebagai gerakan nyata untuk menghidupkan kembali nilai-nilai lokal yang mulai terkikis oleh perkembangan zaman.

Pendiri sekaligus pemerhati budaya lokal (Bugis), Prof Andi Suriyaman Mustari Pide, menegaskan bahwa Wanua Ade’ adalah ruang hidup untuk menghidupkan kembali warisan leluhur.

“Wanua Ade’ bukan hanya tempat belajar budaya dan bahasa. Ini adalah ruang untuk menghidupi kembali apa yang diwariskan oleh leluhur – mulai dari cara bertutur, berpakaian, berinteraksi, hingga menghargai alam,” ujarnya.

Ia menjelaskan, salah satu unit utama di dalamnya adalah Sikola Bahasa yang diresmikan bersamaan dengan kampung budaya ini. Program kursus bahasa asing, terutama Bahasa Inggris, tersebut dirancang ala boarding school. Namun, berbeda dari kursus konvensional, Sikola Bahasa dibangun dengan fondasi budaya lokal.

“Di sini, para peserta didik tidak hanya belajar grammar dan vocabulary, tetapi juga menyelami nilai-nilai luhur adat budaya kita. Mereka dilatih untuk berbicara dalam bahasa dunia, namun dengan hati dan etika orang Sulawesi Selatan yang berani, santun, dan berkarakter,” lanjutnya.

Pemerintah Kabupaten Soppeng menyatakan dukungan penuh terhadap inisiatif ini. Dalam sambutannya, Wakil Bupati Soppeng, Ir. Selle KS Dalle, menilai kehadiran kampung budaya dan sekolah bahasa ini sebagai langkah strategis untuk menanggapi tantangan modernitas.

Menurutnya, banyak generasi muda yang mulai kehilangan adab serta melupakan budaya lokal, sehingga program ini menjadi sarana penting untuk membangkitkan kesadaran tersebut.

Kampung Budaya dan Sikola Bahasa Wanua Ade’ dibangun dengan semangat melestarikan budaya Bugis bagi generasi penerus. Di dalam kompleksnya terdapat rumah tradisional, panggung pertunjukan, sanggar seni, serta sekolah bahasa yang tidak hanya mengajarkan bahasa asing (Inggris), tetapi juga menghidupkan kembali Bahasa Bugis.

Empat rumah adat Sulawesi yang hadir di kawasan ini merepresentasikan empat adat utama di Sulawesi Selatan, dirancang untuk membangkitkan memori kolektif akan kehidupan tradisional yang selaras dengan alam dan nilai adat.

Keistimewaan kampung ini juga terlihat dari komitmen terhadap penggunaan bahasa asing dan bahasa lokal. Di sejumlah titik, papan informasi ditulis dalam tiga bahasa: Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Bugis.

Peserta didik diajak menggunakan kembali bahasa ibu mereka dalam aktivitas sehari-hari, serta diwajibkan mengenakan pakaian tradisional seperti sarung selama berada di kompleks Kampung Budaya Wanua Ade’.

Suasana peresmian semakin meriah dengan pementasan tari, teater, dan pemutaran film dokumenter ASE oleh Komunitas Literasi Sekolah Rakyat. Kegiatan tersebut melibatkan lintas generasi dan mengundang rasa nostalgia, sekaligus semangat baru untuk memperkuat warisan budaya daerah.

Dengan hadirnya Kampung Budaya dan Sikola Bahasa Wanua Ade’, masyarakat kini memiliki rumah bersama untuk menjaga, merawat, dan membagikan kekayaan identitas budaya mereka kepada dunia.

Kampung ini bukan hanya sekadar destinasi wisata budaya, tetapi napas hidup dari leluhur yang terus berlanjut dan diwariskan kepada generasi mendatang. (*)

YouTube player