RAKYAT.NEWS, BULUKUMBA – Kain tenun hitam khas masyarakat adat Kajang, Tope Le’leng, atau yang lebih dikenal sebagai Tenun Kajang, kini selangkah lebih dekat untuk mendapatkan perlindungan hukum melalui skema Indikasi Geografis (IG).

Kantor Wilayah Kementerian Hukum Sulawesi Selatan (Kanwil Kemenkum Sulsel) melakukan kunjungan langsung ke kawasan adat Kajang Ammatoa untuk mendampingi proses penyempurnaan dokumen IG.

“Tenun Kajang bukan sekadar kain. Ini adalah warisan leluhur yang menyimpan nilai budaya sekaligus potensi ekonomi luar biasa bagi masyarakat adat,” ujar Kepala Kanwil Kemenkum Sulsel, Andi Basmal, dalam keterangannya, Sabtu (3/5).

Permohonan IG untuk Tenun Kajang telah diajukan melalui Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Tenun Kajang (MPIG TK) dan saat ini tengah dalam proses penyempurnaan dokumen sebelum diserahkan kembali ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.

Dalam kunjungannya, tim Kanwil Kemenkum Sulsel juga meninjau langsung proses pembuatan kain yang memakan waktu 7 hingga 10 hari untuk satu lembar. Andi Basmal menyampaikan pentingnya pendampingan intensif untuk meningkatkan produktivitas para penenun.

“Satu lembar kain saat ini dihargai antara Rp700.000 hingga Rp1,2 juta, tergantung kerumitan motif. Jika telah terlindungi melalui IG, nilai ekonomis kain ini bisa meningkat secara signifikan,” katanya.

Tenun Kajang memiliki keunikan tersendiri, terutama pada proses produksinya yang ramah lingkungan dan sarat filosofi. Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kanwil Kemenkum Sulsel, Demson Marihot, menjelaskan bahwa pewarna hitam khas kain ini berasal dari daun tarum tanpa campuran bahan kimia, sedangkan benangnya berasal dari kapas murni yang disebut “katum” dalam bahasa lokal.

Kunjungan ini juga menghasilkan sejumlah rekomendasi strategis, termasuk pengadaan alat tenun tambahan dan pembangunan workshop khusus bagi para penenun agar dapat bekerja lebih fokus dan produktif.

Upaya ini diharapkan tidak hanya mendorong peningkatan produksi, tetapi juga memastikan keberlanjutan warisan budaya masyarakat Kajang.

“Kami berharap Tenun Kajang tidak hanya menjadi kebanggaan masyarakat Bulukumba, tetapi juga dikenal luas sebagai warisan budaya Indonesia yang memiliki nilai ekonomi tinggi,” tutup Andi Basmal.

Turut hadir dalam kunjungan ini Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum Heny Widyawati, Kepala Bidang Pelayanan Kekayaan Intelektual Andi Haris, Kepala Bidang Pelayanan Administrasi Hukum Umum (AHU) Muhammad Tahir, jajaran fungsional Kanwil Kemenkum Sulsel, serta pengurus MPIG Kecamatan Kajang.

Tenun Kajang atau Tope Le’leng adalah kain tenun tradisional berwarna hitam yang diproduksi oleh masyarakat adat Kajang Ammatoa di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Kain ini tidak hanya digunakan dalam berbagai ritual adat, tetapi juga memuat nilai filosofis dan spiritual yang diwariskan turun-temurun melalui teknik produksi tradisional berbasis kearifan lokal.